Di
antara akhlak Nabi Saw. yang paling menonjol, beliau adalah pribadi yang
lemah-lembut. Kesaksian semua orang yang pernah semasa dengan beliau,
menggambarkan bahwa beliau tidak pernah berkata kasar, tidak pernah mengumpat,
dan tidak pernah berlaku bengis. Bahkan, beliau Saw. tidak pernah marah,
kecuali terhadap perbuatan yang melanggar kehormatan agama. Maka dari itu
“Barangsiapa membaca sunnah Rasul Saw., baik dalam perkataan maupun perbuatan,
maka akan menemukan pancaran kelemahlembutan dalam berdakwah dan interaksi
sehari-hari.”
Ada
beberapa hikmah yang bisa kita peroleh dari perangai lemah-lembut, seperti
telah dicontohkan oleh Nabi Saw. Yaitu di antaranya:
Pertama, kelemah lembutan bisa membuat kita
menjadi pribadi yang indah. Secara garis besar, Allah Swt. mengkaruniakan dua
keindahan kepada manusia: keindahan fisik, dan keindahan kepribadian. Manusia
pada umumnya mudah terpukau oleh keindahan fisik. Namun, keindahan fisik ini
akan segera kehilangan kesan bila tingkah-laku dan kata-katanya kasar.
Di
sinilah, kelemahlembutan menjadi kunci untuk mewujudkan pribadi yang indah.
Nabi Saw. bersabda:
“Sesungguhnya
Allah memberi (keutamaan) kepada kelemahlembutan, yang tidak diberikan-Nya
kepada kekerasan, dan tidak juga diberikan-Nya kepada (sifat-sifat) yang lain.”
(HR. Muslim dari ‘Aisyah ra.)
Dalam
kesempatan lain, Nabi Saw. bersabda:
“Sesungguhnya
kelemahlembutan tidak melekat pada sebuah pribadi kecuali sebagai perhiasan,
dan tidak terlepas darinya kecuali sebagai keaiban.” (HR. Muslim)
Kedua,
kelemahlembutan bisa membentuk orang-orang dan lingkungan di sekitar kita.
Banyak Sahabat radhiyallahu ta’âlâ ‘anhum yang memperoleh hidayah (masuk Islam)
setelah menyaksikan pribadi Nabi Saw. yang lemah-lembut. Salah satunya:
Tsumâmah bin Atsâl ra.
Suatu
hari, Tsumâmah yang masih musyrik tertangkap dalam sebuah peperangan melawan
kaum Muslimin. Ketika Nabi Saw. menjenguk para tawanan, beliau sempat bertanya
kepada Tsumâmah, “Apa yang ingin kau katakana, wahai Tsumâmah?”
Tsumâmah
menjawab, “Jika kau hendak membunuhku, hai Muhammad, sesungguhnya kau membunuh
seseorang yang memiliki pengaruh kuat. Jika mau berbuat baik kepadaku, maka kau
berbuat baik kepada orang yang tahu berterima kasih. Dan jika kau ingin harta
tebusan, sebutkan saja berapa pun jumlahnya, pasti akan aku bayar.”
Namun
Nabi Saw. tidak memerintahkan untuk membunuh Tsumâmah, atau meminta tebusan
darinya. Beliau Saw. malah mengingatkan para Sahabat ra. agar merawat Tsumâmah
dan tawanan lainnya dengan baik.
Demikianlah,
sampai tiga kali kesempatan Nabi Saw. menanyakan hal yang sama kepada Tsumâmah,
ia terus menantang untuk dibunuh saja atau membayar tebusan dalam jumlah yang
besar.
Setelah
para tawanan tersebut dirawat hingga pulih kondisi mereka, alih-alih mereka
dibunuh atau dimintai uang tebusan; Nabi Saw. dengan senyum mengembang malah
membebaskan mereka tanpa syarat dan menyuruh mereka untuk kembali kepada
keluarga masing.
Tsumâmah
pun beranjak meninggalkan Nabi Saw dan para Sahabat ra. Namun tak lama
berselang, ia kembali menghadap Nabi Saw., mengikrarkan keislamannya. Lalu ia
berkata, “Sungguh, wahai Rasulullah, sebelum ini tiada orang yang paling saya
benci di dunia selain anda. Tapi sekarang anda menjadi orang yang paling saya
cintai di dunia ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketiga,
kelemahlembutan adalah pelindung hati dari noda dan penyakit qalbu. Yang perlu
disadari, ketika kita berkata kasar dan mengumpat, sebenarnya kita tidak sedang
merugikan orang lain. Tapi, terlebih lagi, kita sedang menodai hati kita
sendiri, mengotorinya dengan kekasaran, serta membuatnya menjadi keras.
Suatu
kali, Nabi Saw. tengah dudukbersama Aisyah ra. Lalu melintaslah sekelompok
orang Yahudi di hadapan beliau. Tiba-tiba mereka menyapa Nabi Saw. dengan
memelesetkan ungkapan “Assalâmu’alaikum” menjadi “Assâmu ‘alaika”—kebinasaan
atasmu, hai Muhammad.
Mendengar
serapah orang-orang Yahudi itu, Aisyah ra. naik pitam dan balik memaki mereka.
Namun Nabi Saw. segera menenangkan Aisyah ra. dan memintanya agar tidak
mengotori mulut dan hatinya dengan kekasaran dan kebencian. Lalu beliau
memberikan alasan:
“Sesungguhnya
Allah Swt. lembut, dan menyukai kelemahlembutan dalam segala hal.” (HR. Al-Bukhari)
Lemah-lembut
dalam tutur kata, lemah-lembut dalam canda, serta lemah-lembut dalam
tingkah-laku ternyata merupakan salah satu keteladanan yang paling menonjol
dalam diri Rasulullah Saw. Dan saat ini, dalam keseharian kita, baik dalam
lingkup kehidupan sosial yang paling kecil hingga yang paling besar; betapa
kita menghajatkan keteladanan ini demi terus menjaga keseimbangan sosial yang
kita miliki. Toh Allah Swt. telah berfirman:
“Sesungguhnya
telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagimu; yaitu bagi
orang-orang yang mengharap (keridhaan) Allah…” (Al-Ahzâb; 21)
Kelemahlembutan
bukan indikasi ketidakberdayaan, tetapi merupakan tanda kemampuan untuk mengendalikan
diri. Sebaliknya, kekasaran bukan tanda kekuasaan, namun tanda kerapuhan
emosional dan kelemahan kepribadian.
Pada
titik singgung ini, Nabi Saw. bersabda:
“Apabila
Allah Swt. menyukai seorang hamba, maka Ia akan mengkaruniainya
kelemahlembutan. Dan barangsiapa dari keluargaku yang mengharamkan/menjauhi
kelemahlembutan, maka sesungguhnya dia telah menjauhi kebaikan.” (HR. Muslim
dan Abu Dawud)
Sumber : Mimbar Dakwah Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar