Ramadhan
sebentar lagi memisahkan dirinya dengan kita, tinggal hitungan hari saja.
Rasanya begitu cepat hari-hari Ramadhan berlalu, tak terasa. Perlombaan amal
kebaikan kita dengan Ramadhan kayaknya tidak seimbang. Ramadhan menghadirkan
beragam kemuliaan, keistimewaan dan keutamaan belum bisa terkejar secara
optimal, karena kekurangan dan kesibukan duniawi kita, sehingga Ramadhan belum
bisa kita taklukkan. Hari-hari akhir Ramadhan ini semoga bisa kita tebus dengan
kesungguhan berlipat, konsentrasi ibadah, i’tikaf qalbu, fisik, pikiran hanya
kepada Allah swt.
Sehingga ketika Ramadhan memisahkan dirinya dengan kita, kita berbahagia, sekaligus haru, karena kita telah memanfaatkannya dengan sekuat kemampuan kita. Kita keluar menjadi “Alumni Universitas Ramadhan”. Bagaimana model Alumni Unversitas Ramadhan? Sebelum menjawab pertanyaan ini ada baiknya kita renungkan beberapa model alumni “shaum” binatang di sekitar kita. Sebagai contoh: ular, ayam dan ulat.
Binatang ular mempunyai keunikan, merubah diri menjadi muda lagi, berkulit baru lagi, dan semua serba baru. Ternyata perubahan itu di awali dari proses panjang “shaum” alias tidak makan selama hampir satu tahun. Dalam rentang waktu yang panjang itu, ular tidak makan sama sekali, sehingga tubuhnya mengecil, mengecil dan akhirnya ular keluar dari kulit lamanya, menjelma menjadi ular baru, serba baru.
Ayam, ketika bertelur dan mau memiliki anak, ia mengeram. Dalam rentang waktu tiga pekan kurang lebih, ayam mengeram telurnya, tanpa makan dan minum. Sampai-sampai mulut ayam selalu menganga dan mengeluarkan suara. Apa yang terjadi setelah tiga pekan? Telur-telur itu menetas, dan subhanallah! Lahir anak-anak ayam yang lucu-lucu, dan warna-warni.
Binatang ulat, boleh jadi binatang ulat adalah binatang yang paling rakus di dunia ini. Ulat hidup hanya untuk makan, bukan makan untuk hidup. Tidurnya pun makan. Sehingga warna tubuhnya nyaris menyatu dengan warna yang ia makan. Semua orang geli bahkan takut sama ulat, terutama kaum perempuan. Namun, apa yang terjadi ketika si ulat memutuskan “shaum” berdiam diri, dalam beberapa minggu, bulu-bulunya mulai rontok, berubah menjadi kepompong. Dari kepompong menjelma seekor kupu-kupu yang cantik nan menawan. Praktis semua orang, terutama kaum perempuan suka yang namanya kupu-kupu.
Itulah
model alumni “shaum” binatang, melahirkan sosok baru, yang lebih baik,
mempesona dan membawa manfaat. Subhanallah!
Tentu,
“Universitas Ramadhan” mampu melahirkan dan meluluskan alumni-alumni manusia
yang jauh lebih baik dari makhluk-makhluk lainnya.
“Universitas
Ramadhan” menggembleng kita untuk totalitas taat aturan, bayangkan makanan kita
sendiri, halal, namun di siang hari haram untuk kita santap, dan kita taat itu.
Bagaimana dengan makanan yang jelas-jelas haram atau syubuhat yang berseliweran
di sekitar kita di luar Ramadhan? Ada sebuah pesan menarik untuk direnungkan:
“Ramadhan, perangi korupsi.” Atau “Ramadhan, jauhi korupsi” bukan berarti di
luar Ramadhan praktek korupsi tetap merajalela!?
Berhubungan suami-Istri adalah dianjurkan dan halal, namun di siang hari Ramadhan menjadi haram melakukannya. Kita taat perintah Allah swt. ini, dan kita mampu. Dengan demikian, kita akan sangat takut untuk berbuat zina, amoral kapan pun dan di mana pun, karena taat aturan Allah swt.
“Universitas Ramadhan” mengkondisikan kita untuk menjaga telinga, mata, dan hati. Menjaga telinga dari mendengarkan gosip, fitnah, dan sesuatu yang tiada guna. Menjaga mata untuk tidak melirik yang tidak dihalalkan, melihat yang tidak diperbolehkan. Menjaga hari untuk tidak dendam, dengki, berprasangka buruk, dan gundah gulana, apalagi putus asa. Menjaga lisan untuk tidak mengumbar fitnah murahan, adu domba, menjelekkan orang lain. Karena Ramadhan mengajarkan kepada kita agar tidak shaum dari makan-minum dan hubungan suami-istri di siang hari saja, jauh lebih dari itu, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits berikut ini:
“Kalian
berpuasa maka janganlah berkata kotor dan jangan berteriak, dan jika ada salah
seorang yang mencelanya atau mengajaknya bertengkar (berkelahi) maka
katakanlah; sesungguhnya aku sedang berpuasa…” (Bukhari)
“Bukanlah
puasa itu menahan diri dari makan dan minum saja, namun puasa itu adalah
menahan diri dari senda gurau dan kata-kata kotor, jika ada seseorang mencelamu
atau menyakitimu, maka katakanlah kepadanya: Saya sedang berpuasa, saya sedang
berpuasa.” (Hakim dan disahihkan oleh Al-Albani).
“Barangsiapa
yang tidak mampu meninggalkan perkataan dosa dan dia melakukannya, maka Allah
tidak membutuhkan dia untuk meninggalkan makan dan minum.” (Bukhari)
“Betapa
banyak orang yang berpuasa, tidak mendapatkan pahala dari puasa kecuali hanya
dahaga, dan betapa banyak orang yang melakukan qiyam (shalat tarawih) tidak
mendapatkan pahala qiyam kecuali letih saja.” (Ad-Darimi, dan Al-Albani
berkata: Isnadnya Jayyid)
Imam
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa shaum tidak diterima jika dibarengi
dengan perkataan dan tindakan dosa.
Sadarilah, bahwa kerugian besar bagi orang yang tidak mampu membawa jiwanya berpuasa dari dosa-dosa. Ingatlah jika kita merasa haus saat berpuasa, maka haus yang sebenarnya adalah rasa dahaga pada hari kiamat, pada saat itu orang merasa rugi dan menyesal.
Oleh karena itu hendaknya kita menjaga tubuh kita dari kemaksiatan, mengkondisikan akal untuk tidak berfikir kecuali taat kepada Allah, tidak membawa hati kecuali pada kabaikan kaum muslimin dan muslimat, dan mengkondisikan kedua mata atau kedua telinga atau lisan dengan apa yang dicintai Allah swt.
Ramadhan menggembleng kita untuk menjadi manusia baru. Karena mata, telinga, lisan, kemaluan, hati dan perut serta anggota tubuh kita yang lain menjelma menjadi fitri, suci dan lebih taat kepada pemiliknya, Allah swt.
Muttaqin, itulah predikat “Alumni Universitas Ramadhan”, predikat tertinggi dan paling terhormat. Sebuah predikat yang Allah swt. sematkan kepada orang-orang yang benar shaumnya.
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Al Baqarah:183
Karena kita tidak boleh menjadi hamba Ramadhani, namun harus menjadi hamba Rabbani, sudah barang tentu ciri-ciri muttaqin harus melekat dalam diri kita, di dalam Ramadhan dan di luar Ramadhan.
Di antara ciri-ciri itu adalah sebagaimana yang difirmankan Allah swt.:
“Kitab
(Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka
yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu dan
kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat. Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan
mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” Al Baqarah:2-5
“Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,
dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang
apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat
akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang
dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan
perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui. Mereka itu balasannya ialah
ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai,
sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang
beramal.” Ali Imran:133-136
“Negeri
akhirat itu, kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri
dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi
orang-orang yang bertakwa.” Al Qashash:83
“Sesungguhnya
bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) syurga-syurga yang penuh kenikmatan
di sisi Tuhannya.” Al Qalam:34
“Alumni Universitas Ramadhan” menjadi sosok baru, pribadi fitri. Sehingga tidak adalagi orang yang menjual hutan yang sejatinya harus dilindungi dan dimanfaatkan sebesar-besar untuk rakyat. Tidak ada lagi yang makan uang rakyat, karena rakyat sudah sangat susah hidupnya. Tidak ada lagi yang bertindak amoral atau berzina, karena itu penyakit masyarakat yang dikutuk. Tidak ada lagi saling fitnah, ado domba, memecah belah umat hanya gara-gara kepentingan sesaat kekuasaan atau jabatan.
Semoga kita menjadi bagian “Alumni Universitas Ramadhan” yang sukses, yaitu menjadi pribadi yang ciri-ciri ketaqwaan selalu melekat dalam diri kita, menjadi lebih baik, di bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan, Amin. Allahu a’lam
Sumber : Mimbar Dakwah Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar