Bismillah..
Assalamu'alaikum
wa rahmatullahi wa barakatuh..
Salman
Al Farisi memang sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya
sebagai wanita mukminah lagi shalihah juga telah mengambil tempat di hatinya. Tentu
saja bukan sebagai kekasih. Tetapi sebagai sebuah pilihan dan pilahan yang
dirasa tepat. Pilihan menurut akal sehat. Dan pilahan menurut perasaan yang
halus, juga ruh yang suci.
Tapi
bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat kelahirannya.
Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki adat, rasa bahasa,
dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia berfikir, melamar seorang gadis
pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus
ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam
khithbah.
Maka
disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan
dengannya, Abud Darda’. ”Subhanallaah.. wal hamdulillaah..”, girang Abud Darda’
mendengarnya. Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan
dirasa cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru
tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.
”Saya
adalah Abud Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah
telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan
amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah
Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli
bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk
dipersuntingnya.”, fasih Abud Darda’ bicara dalam logat Bani Najjar yang paling
murni.
”Adalah
kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”Menerima Anda berdua, shahabat Rasulullah
yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang
shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya
serahkan pada puteri kami.” Tuan rumah memberi isyarat ke arah hijab yang di
belakangnya sang puteri menanti dengan segala debar hati.
”Maafkan
kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang
bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan
mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman.
Namun jika Abud Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri
kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”
Jelas
sudah. Keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah. Sang puteri
lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya! Itu mengejutkan dan
ironis. Tapi saya juga mengatakan indah karena satu alasan; reaksi Salman.
Bayangkan sebuah perasaan, di mana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut
tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu yang membuncah dan bertemu dengan
gelombang kesadaran; bahwa dia memang belum punya hak apapun atas orang yang
dicintainya. Mari kita dengar ia bicara.
”Allahu
Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku
serahkan pada Abud Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!”
(
Sergapan Rasa Memiliki, Salim A Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang )
♥♥♥
Akhi..Akhi..Akhi..
Betapa
indah kisah di atas,lihatlah Salman sahabat Rasulullah tak terluka meski di
tolak,tak bersedih meski gak di terima, pasti ada rasa kecewa itu,tapi contoh
lah beliau. Beliau lebih tegar memberikan indahnya cinta pada saudaranya,karna
beliau memiliki kesadaran bahwa mereka belum memiliki,sehingga kalo pun si
putri lebih memilih si pengantar,sejatinya itu lah pilihan Allah. Karna kita
hanya mampu berusaha,selebihnya Allah yang mengatur.
“Menakjubkan
perkara seorang mukmin, sesungguhnya urusannya seluruhnya baik dan tidaklah hal
itu dimiliki oleh seseorang kecuali bagi seorang mukmin. Jika mendapat nikmat
ia bersyukur maka hal itu baik baginya, dan jika menderita kesusahan ia
bersabar maka hal itu lebih baik baginya.” (HR. Muslim)
Jangan
karna kau malu karna khitbahmu di tolak kau marah pada kami bahkan mendoakan
keburukan pada kami,pikirkanlah,apakah ikhwan seperti ini layak jadi pemimpin
kami??. Apa dengan di tolak dunia akan berhenti berputar?? Dunia ini luas dan
pastinya cinta Allah lebih luas,bila kau ku tolak pasti ada cinta lain yang di
pilihkan Allah padaMu. Bila engkau ikhlas menerimanya, Allah pasti memberikan
yang lebih baik.
Biarkanlah
istikharah kami sebagai penentu,bila kami tak yakin denganmu untuk jadi Imam
kami,tapi yakinlah kami tetaplah saudaramu. Tali ukhuwah tak akan pernah putus
meski ku tolak khitbahmu.
Ukhti..ukhti..ukhti..
“Apabila
datang kepada kalian (para wali) seseorang yang kalian ridhai agama dan
akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka hendaknya kalian menikahkan orang
tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan
terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” ( Hr. Tirmidzi )
Engkau
pasti tau hadits ini yaa ukhti sholehah,memang hadits ini tidak langsung
tertuju padamu tapi pada wali mu. Tapi yaa ukhti,tak bisa kah kau lihat betapa
kami ingin berjuang bersamamu.
Jangan
kau tolak kami karna engkau lebih mementingkan duniamu. Lihatlah umur kita,tak
sanggup bila ketika nyawaku di ambil ku belum merasakan indahnya bersamamu.
“Tidak
boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah/dimintai pendapat
dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” Mereka
bertanya, “Wahai Rasulullah! Bagaimana izinnya seorang gadis?” “Izinnya dengan
ia diam,” jawab beliau. ( HR. Al-Bukhari )
Kami
tau,engkau berhak menolak kami,tapi tolonglah jangan lah engkau diam karna
ketakutan,sehingga diammubisa beranggapan engaku menerima kami,padahal engkau
enggan bersama kami.
Kami
ingin berjuang bersamamu, berikrar mencintai demi mendapatkan ridho Sang
Kekasih Sejati. Janganlah kau selalu tolak khitbah kami hanya karna urusan
duniamu. Kami tunggu kesediaamu untuk mengarungi dunia cinta untuk membangun
cinta sampai jannahNya.
Wallahu'alam
bi Shawwab.
Sumber : Mimbar Dakwah Islam
Sumber : Mimbar Dakwah Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar