Apa
jadinya ketika sepasang suami istri berbudi menjodohkan masing-masing sahabat
mereka yang belum pernah saling mengenal, memiliki karakter berlawanan serta
kultur yang begitu berbeda?
“Mereka akan menjadi pasangan yang hebat!” kata sang istri. Sambil mempromosikan Gadis berjilbab sahabatnya.
“Sangat
menarik dan akan saling melengkapi!” tutur si suami sambil dengan semangat
menceritakan tentang Jaka yang saleh, sahabatnya.
“Jika
Allah mengizinkan, mereka akan menjadi pasangan yang cocok!”
Gadis dan Jaka sama-sama kuliah di UI, namun berbeda fakultas. Mereka sama-sama aktif dalam kegiatan kerohanian Islam. Dua kali pasangan suami istri sahabat mereka itu mencoba mempertemukan Jaka dan Gadis dalam satu forum. Namun saat Jaka datang, si Gadis tiba-tiba berhalangan. Ketika Gadis hadir, si Jaka yang tak bisa. Akhirnya sepasang suami istri tersebut mencoba mengatur pertemuan ketiga sambil memberikan data “orang” yang ingin mereka perkenalkan masing-masing pada Jaka dan si Gadis--- secara sendiri-sendiri.
Di
kamar kos-nya Gadis melihat data-data si Jaka dan fotonya. Ini yang mau
diperkenalkan itu…dan diharap oleh sahabatnya bisa menjadi pasangan hidup abadi
si gadis? Priyayi Solo? Bagaimana cara berbicara yang dianggap santun oleh orang
Solo? Si Gadis geleng-geleng kepala. Jangankan menjadi istri, bisa-bisa dia
kabur melihat gaya bicaraku…
Dalam kamar kos yang lain, di seberang gang kober, Jaka tertegun. Sudah lumayan sering aku mendengar kiprah Gadis itu di kampus dan majalah. Tapi apa tak salah? Si kelahiran Medan ini punya penyakit begitu banyak? Jantung, pernah gegar otak, paru-paru, kelenjar getah bening? Waduh, bagaimana bila “si penyakitan” ini kelak menjadi istrinya? Tapi prestasinya lumayan…rekomendasi dari sahabatku bukan sembarangan.
Tak
dinyana, sebelum sempat diadakan ta’aruf, dalam salah satu forum di
universitas, Jaka dan Gadis bertemu. Apa yang terjadi dalam diskusi pagi itu?
Sebuah perdebatan yang panjang. Cara pandang yang begitu berbeda. Dan tiba-tiba
pagi di UI menjadi tak cerah.
Pria
yang membosankan dan keras kepala, pikir si Gadis.
Dasar
keras hati! Belum ada perempuan yang berbicara menentangku seperti Gadis ini!
Pikir
si Jaka.
Lelaki
seperti ini yang ingin diperkenalkan padaku? Si Gadis nyengir. Dia akan kapok
denganku dan segera melupakan langkah lanjut perkenalan kami…
Si
Jaka tak kalah gerah. Perempuan seperti ini? Aku selalu berpikir perempuan
adalah kelembutan, kematangan, kepatuhan…, pikir si Jaka. Tapi ini?
Sepanjang
forum kata-kata berseliweran dalam ruangan itu, terutama dari mulut Gadis dan
Jaka tersebut. Forum tersebut bukan tak penting, sebab mereka dan semua teman
yang hadir pada saat itu tengah membicarakan suksesi kepemimpinan mahasiswa di
universitas mereka.
“Menurut
saya tidak bisa seperti itu!”
“Mengapa
tidak? Menurut saya yang demikian yang paling mungkin!”
“Tidak
bisa! Karena….”
“Bisa!
Karena…."
Setelah
perundingan yang melelahkan, akhirnya dicapai kesepakatan. Sebuah kesepakatan
yang didapat dengan catatan. Ini mungkin pertama dan terakhir kali kami bertemu
dan berbicang, pikir si Gadis. Dia pasti kapok dan tak ingin mengenalku lebih
dalam. Tapi tak apa, setidaknya aku tak berpura-pura membuat ia terkesan….
Jaka
resah. Gadis seperti ini? Entahlah. Keras kepala, penyakitan pula! Apa harus
diteruskan?
Tak
pernah ada perkenalan yang direncanakan lagi setelah itu. Kelihatannya mereka
memang tak cocok dan mungkin akan saling melupakan. Namun tak lama kemudian,
pada suatu pagi, seseorang datang ke tempat Gadis dan berkata:
“Saya
sudah istikharah dan kamu selalu muncul. Bersediakah?” (lupakan ia penyakitan,
ia baik untuk menjadi istriku. Allah menunjukkannya!)
Gadis
tak mengerti. Dia diam. Apa yang dilihat lelaki muda itu dari dirinya? Tak
cantik. Tak kaya. Tak terlalu cerdas. Sangat biasa. Pernah “bertengkar” pada
pertemuan pertama pula. Apa? Apa yang dilihat lelaki itu? Pilihan yang tak
lazim…
Gadis
pun memilih istikharah sebelum menjawab. Sesuatu yang menakjubkan dan tak
terduga muncul! Seperti ada yang membimbing ketika si Gadis berkata “Ya”.
Sebulan kemudian, Jaka melamar Gadis. Dan hanya diperlukan waktu sebulan lagi
sebelum kemudian Jaka dan Gadis menikah! Sungguh akhir yang tak terduga!
Sebuah
pernikahan berlangsung sederhana namun meriah, di Jakarta. Banyak sekali
saudara dan sahabat yang hadir. Mereka bertanya-tanya, bagaimana dua pasangan
ini bisa bertemu?
Pada
malam pertama Gadis dan Jaka berbicara hingga dinihari, shalat malam dan
tilawah bersama.
“Jadi
bagaimana sampai bisa kamu punya penyakit sebanyak itu?” tanya Jaka pada
istrinya tiba-tiba
“Apa,
Mas? Penyakit? Maaf, penyakit apa ya?” Gadis balik bertanya.
“Jantung,
gegar otak, paru-paru, kelenjar getah bening, ….”
“Apa?”
Gadis bingung.
“Mas
baca di datamu. Data yang diberikan oleh sahabat kita itu! Tapi Mas sudah
ikhlas kok menerima dengan segala kelebihan dan kekurangan. Semoga kamu juga
begitu ya….
Gadis
ternganga. "Penyakit?"
“Mas,
aku nggak punya penyakit seperti itu. Paling-paling cuma mag…,” Gadis nyengir
lagi.
Jaka
terkejut sekali. Tak lama wajahnya berseri-seri. “Alhamdulillah” (ia ingat, ia
sudah mengambil resiko untuk memilih Gadis yang keras kepala itu, meski ia
“penyakitan,” meski orang tuanya sangat keberatan dengan ragam penyakit calon
menantu mereka).
Mata
Jaka berkaca.
Allah
Maha Besar! Allah Maha Besar!
Malam
itu si Gadis menyempatkan diri mengirim pesan via pager pada sahabat perempuan
yang sangat disayanginya:
"Mbak
sayang, datanya ketuker ya? Or salah tulis soal penyakit? Hebat dia masih
maju terus! Aku tahu dia memang bukan lelaki biasa!"
Bulan
bahkan sudah tidur sejak tadi. Tapi Jaka dan Gadis seperti tak ingin memejamkan
mata. Mereka tak berhenti menatap satu sama lain;
sebuah
pesona yang lama dinanti, hadir dari lintasan misteri, menerpa hati dan wajah
mereka. Menyala. Ini cinta? Atau belum lagi sampai pada cinta? Apapun itu,
mereka percaya, kebaikan menumbuhkan cinta; keindahan yang tangguh. Dan pacaran
sesudah menikah? Hmm mungkin itu kenikmatan berlimpah berikutnya :)
Subuh
pun hadir membasuh kembali wajah mereka. Suara adzan terdengar menggetarkan.
Jaka dan Gadis sadar, telah mereka genggam anugerah tak terkata itu: bertemu
dengan belahan jiwa yang sudah dituliskan Illahi.
Kini
telah lebih dari sepuluh tahun, cinta menemukan dan menempuh jalannya.
Semoga
abadi!
Sumber : Mimbar Dakwah Islam
Sumber : Mimbar Dakwah Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar