Sabtu, 08 Desember 2012

BERTEMUNYA BELAHAN JIWA



Apa jadinya ketika sepasang suami istri berbudi menjodohkan masing-masing sahabat mereka yang belum pernah saling mengenal, memiliki karakter berlawanan serta kultur yang begitu berbeda?

“Mereka akan menjadi pasangan yang hebat!” kata sang istri. Sambil mempromosikan Gadis berjilbab sahabatnya.
“Sangat menarik dan akan saling melengkapi!” tutur si suami sambil dengan semangat menceritakan tentang Jaka yang saleh, sahabatnya.
“Jika Allah mengizinkan, mereka akan menjadi pasangan yang cocok!”

Gadis dan Jaka sama-sama kuliah di UI, namun berbeda fakultas. Mereka sama-sama aktif dalam kegiatan kerohanian Islam. Dua kali pasangan suami istri sahabat mereka itu mencoba mempertemukan Jaka dan Gadis dalam satu forum. Namun saat Jaka datang, si Gadis tiba-tiba berhalangan. Ketika Gadis hadir, si Jaka yang tak bisa. Akhirnya sepasang suami istri tersebut mencoba mengatur pertemuan ketiga sambil memberikan data “orang” yang ingin mereka perkenalkan masing-masing pada Jaka dan si Gadis--- secara sendiri-sendiri.
Di kamar kos-nya Gadis melihat data-data si Jaka dan fotonya. Ini yang mau diperkenalkan itu…dan diharap oleh sahabatnya bisa menjadi pasangan hidup abadi si gadis? Priyayi Solo? Bagaimana cara berbicara yang dianggap santun oleh orang Solo? Si Gadis geleng-geleng kepala. Jangankan menjadi istri, bisa-bisa dia kabur melihat gaya bicaraku… 

Dalam kamar kos yang lain, di seberang gang kober, Jaka tertegun. Sudah lumayan sering aku mendengar kiprah Gadis itu di kampus dan majalah. Tapi apa tak salah? Si kelahiran Medan ini punya penyakit begitu banyak? Jantung, pernah gegar otak, paru-paru, kelenjar getah bening? Waduh, bagaimana bila “si penyakitan” ini kelak menjadi istrinya? Tapi prestasinya lumayan…rekomendasi dari sahabatku bukan sembarangan.

Tak dinyana, sebelum sempat diadakan ta’aruf, dalam salah satu forum di universitas, Jaka dan Gadis bertemu. Apa yang terjadi dalam diskusi pagi itu? Sebuah perdebatan yang panjang. Cara pandang yang begitu berbeda. Dan tiba-tiba pagi di UI menjadi tak cerah.
Pria yang membosankan dan keras kepala, pikir si Gadis.
Dasar keras hati! Belum ada perempuan yang berbicara menentangku seperti Gadis ini!
Pikir si Jaka.
Lelaki seperti ini yang ingin diperkenalkan padaku? Si Gadis nyengir. Dia akan kapok denganku dan segera melupakan langkah lanjut perkenalan kami…
Si Jaka tak kalah gerah. Perempuan seperti ini? Aku selalu berpikir perempuan adalah kelembutan, kematangan, kepatuhan…, pikir si Jaka. Tapi ini? 
Sepanjang forum kata-kata berseliweran dalam ruangan itu, terutama dari mulut Gadis dan Jaka tersebut. Forum tersebut bukan tak penting, sebab mereka dan semua teman yang hadir pada saat itu tengah membicarakan suksesi kepemimpinan mahasiswa di universitas mereka.
“Menurut saya tidak bisa seperti itu!”
“Mengapa tidak? Menurut saya yang demikian yang paling mungkin!”
“Tidak bisa! Karena….”
“Bisa! Karena…."
Setelah perundingan yang melelahkan, akhirnya dicapai kesepakatan. Sebuah kesepakatan yang didapat dengan catatan. Ini mungkin pertama dan terakhir kali kami bertemu dan berbicang, pikir si Gadis. Dia pasti kapok dan tak ingin mengenalku lebih dalam. Tapi tak apa, setidaknya aku tak berpura-pura membuat ia terkesan….
Jaka resah. Gadis seperti ini? Entahlah. Keras kepala, penyakitan pula! Apa harus diteruskan?
Tak pernah ada perkenalan yang direncanakan lagi setelah itu. Kelihatannya mereka memang tak cocok dan mungkin akan saling melupakan. Namun tak lama kemudian, pada suatu pagi, seseorang datang ke tempat Gadis dan berkata:
“Saya sudah istikharah dan kamu selalu muncul. Bersediakah?” (lupakan ia penyakitan, ia baik untuk menjadi istriku. Allah menunjukkannya!) 
Gadis tak mengerti. Dia diam. Apa yang dilihat lelaki muda itu dari dirinya? Tak cantik. Tak kaya. Tak terlalu cerdas. Sangat biasa. Pernah “bertengkar” pada pertemuan pertama pula. Apa? Apa yang dilihat lelaki itu? Pilihan yang tak lazim… 
Gadis pun memilih istikharah sebelum menjawab. Sesuatu yang menakjubkan dan tak terduga muncul! Seperti ada yang membimbing ketika si Gadis berkata “Ya”.  Sebulan kemudian, Jaka melamar Gadis. Dan hanya diperlukan waktu sebulan lagi sebelum kemudian Jaka dan Gadis menikah! Sungguh akhir yang tak terduga!
Sebuah pernikahan berlangsung sederhana namun meriah, di Jakarta. Banyak sekali saudara dan sahabat yang hadir. Mereka bertanya-tanya, bagaimana dua pasangan ini bisa bertemu?
Pada malam pertama Gadis dan Jaka berbicara hingga dinihari, shalat malam dan tilawah bersama.
“Jadi bagaimana sampai bisa kamu punya penyakit sebanyak itu?” tanya Jaka pada istrinya tiba-tiba
“Apa, Mas? Penyakit? Maaf, penyakit apa ya?” Gadis balik bertanya.
“Jantung, gegar otak, paru-paru, kelenjar getah bening, ….”
“Apa?” Gadis bingung.
“Mas baca di datamu. Data yang diberikan oleh sahabat kita itu! Tapi Mas sudah ikhlas kok menerima dengan segala kelebihan dan kekurangan. Semoga kamu juga begitu ya….
Gadis ternganga. "Penyakit?"
“Mas, aku nggak punya penyakit seperti itu. Paling-paling cuma mag…,” Gadis nyengir lagi.
Jaka terkejut sekali. Tak lama wajahnya berseri-seri. “Alhamdulillah” (ia ingat, ia sudah mengambil resiko untuk memilih Gadis yang keras kepala itu, meski ia “penyakitan,” meski orang tuanya sangat keberatan dengan ragam penyakit calon menantu mereka).
Mata Jaka berkaca.
Allah Maha Besar! Allah Maha Besar!
Malam itu si Gadis menyempatkan diri mengirim pesan via pager pada sahabat perempuan yang sangat disayanginya:
"Mbak sayang, datanya ketuker ya? Or salah tulis soal penyakit? Hebat dia masih maju terus! Aku tahu dia memang bukan lelaki biasa!"
Bulan bahkan sudah tidur sejak tadi. Tapi Jaka dan Gadis seperti tak ingin memejamkan mata. Mereka tak berhenti menatap satu sama lain;
sebuah pesona yang lama dinanti, hadir dari lintasan misteri, menerpa hati dan wajah mereka. Menyala. Ini cinta? Atau belum lagi sampai pada cinta? Apapun itu, mereka percaya, kebaikan menumbuhkan cinta; keindahan yang tangguh. Dan pacaran sesudah menikah? Hmm mungkin itu kenikmatan berlimpah berikutnya :)
Subuh pun hadir membasuh kembali wajah mereka. Suara adzan terdengar menggetarkan. Jaka dan Gadis sadar, telah mereka genggam anugerah tak terkata itu: bertemu dengan belahan jiwa yang sudah dituliskan Illahi.
Kini telah lebih dari sepuluh tahun, cinta menemukan dan menempuh jalannya.
Semoga abadi!

Sumber : Mimbar Dakwah Islam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar