1. Setiap Muslim Wajib Menuntut Ilmu
Sabda
Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”
(HR. Ibnu Majah, Baihaqi, dll) Hadits Shahih ini menjelaskan dengan tegas
kewajiban menuntut ilmu bagi setiap muslim yang telah baligh. Ilmu yang
dimaksud disini ialah ilmu ad-dien (ilmu agama), ilmu-ilmu agama yang wajib
dituntut oleh setiap muslim yaitu ilmu aqidah, ibadah, pengetahuan tentang
halal dan haram, akhlak dan hal-hal yang berkaitan dengan apa saja yang dia
kerjakan di dunia ini. Ilmu inilah yang diminta oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam do’anya.:
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu
yang bermanfaat, dan aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat”.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah No. 3843).
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “Risalah Nabi meliputi dua hal yaitu ilmu yang
bermanfaat dan amal shaleh, sebagaimana terdapat dalam firman Allah subhanahu
wa ta’ala: “Dialah Allah yang telah mengutus rasul-Nya (dengan membawa)
al Huda (petunjuk) dan dienul haq (agama yang benar) untuk dimenangkan-Nya atas
segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukainya” (at
Taubah:33). Al Huda pada ayat di atas
ialah ilmu yang bermanfaat sedangkan Dienul Haq ialah amal shaleh
yang terdiri dari ikhlas karena Allah subhanahu wa ta’ala dan ittiba’ kepada
Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam. Dengan ilmu inilah bakal tegak
dienullah baik secara keyakinan, perkataan maupun perbuatan.
2. Menuntut Ilmu Merupakan Ibadah
Menuntut
ilmu adalah ibadah, bahkan merupakan ibadah yang paling agung dan paling utama,
sehingga Allah subhanahu wa ta’ala menjadikannya sebagai bagian dari jihad
fisabilillah, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah 122. Rosulullah sallallahu’alaihi
wa sallam bersabda “Barangsiapa keluar dalam rangka thalabul
ilmu (mencari ilmu), maka dia berada dalam sabilillah hingga kembali.” (HR.
Tirmidzi).
Imam
Ahmad berkata : “Ilmu itu sesuatu yang tiada bandingnya bagi orang yang niatnya
benar”. Bagaimanakah benarnya niat itu wahai Abu Abdillah?” tanya orang-orang
kepada beliau. Maka beliau menjawab “yaitu berniat untuk menghilangkan
kebodohan dari dirinya dan orang lain”.
3. Ilmu Merupakan Syarat Sahnya Amal
Allah
subhanahu wa ta’ala memerintahkan manusia agar mencari ilmu atau berilmu
sebelum berkata dan beramal. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Maka
ketahuilah bahwa sesung-guhnya tidak ada Illah selain Allah, dan mohonlah
ampunan bagi dosamu serta bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan
perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu” (QS.Muhammad:19). Sehubungan dengan ini Allah subhanahu
wa ta’ala memerintahkan Nabi-Nya dengan dua hal yaitu berilmu lalu beramal,
atau berilmu sebelum beramal. Hal ini dapat kita lihat dari susunan ayat
diatas, yaitu : “Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak
ada ilah melainkan Allah…”
Ayat ini menunjukkan perintah untuk berilmu. Selanjutnya perintah ini
diikuti perintah beramal, yaitu : “…Dan mohonlah ampunan bagi dosamu…”
. Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa urutan ilmu mendahului urutan
amal. Ilmu merupakan syarat keabsahan perkataan dan perbuatan.
Dalam
ayat yang lain Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : “Dan janganlah engkau
mengucapkan sesuatu yang engkau tidak memiliki ilmu tentangnya. (Karena)
sesungguhnya pendengaran dan penglihatan dan hati (akal pikiran) semuanya itu
akan ditanya” (Al Israa’:36). Dalam tafsirnya Imam Syaukani
mengatakan “Sesungguhnya ayat-ayat ini menunjukkan atas tidak bolehnya
beramal dengan tanpa ilmu”. Dari sini dapat kita ambil
kesimpulan bahwa Islam mewajibkan ilmu terlebih dahulu sebelum berkata dan
berbuat. Inilah pendidikan yang sangat tinggi dalam Islam yang mendasari segala
sesuatunya dengan ilmu.
Allah
Subhanahu Wa ta’ala juga memerintahkan agar kita bertanya kepada ahli ilmu jika
kita tidak mengetahui, sebaimana firman-Nya
“Tanyalah ahli ilmu jika memang
kamu tidak tahu” (An Nahl:43
dan Al Anbiyaa’:7). Al Imam Ibnul Qoyyim di kitabnya Miftahu Daaris
Sa’aadah menafsirkan Ahludz Dzikri dengan ahli ilmu. Dan dari ayat yang mulia
ini Allah subhanahu wa ta’ala mewajibkan dua golongan manusia yaitu Ahli ilmu
yang wajib bagi mereka menyebarkan ilmu dan tidak menyembunyikannya serta
orang-orang jahil (bodoh) yang wajib bagi mereka bertanya kepada ahli ilmu
bukan kepada orang-orang yang jahil (bodoh) juga. Sebagaimana sabda Rasulullah
sallallahu’alaihi wa sallam “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu
dengan serta merta dari hamba-Nya, akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan
dicabutnya nyawa para ulama, hingga manakala Dia tidak menyisakan satu orang
alimpun (dalam riwayat lain: Hingga manakala tidak tertinggal satu orang alim
pun), manusia akan menjadikan pemimpin-pemimpin dari orang-orang yang bodoh,
maka tatkala mereka akan ditanya (tentang masalah agama), lalu mereka akan
ber-fatwa tanpa ilmu, akhirnya mereka sesat dan menyesatkan.”
(HR Bukhari dalam al Ilmu
1/234 dan Muslim dalam al-Ilmu 16/223).
4. Ilmu merupakan Ciri Kebaikan Seseorang
Dalam
sebuah hadits dari Muawiyah Radhiyallahu ‘anhu, Rosulullah bersabda : “Barang siapa yang
Allah kehendaki padanya kebaikan, maka Allah akan pahamkan dia adalam (masalah)
din (agama).” (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari
no.71 dan Muslim no. 1037). Hadits ini menunjukkan tentang tanda-tanda
Allah subhanahu wa ta’ala hendak memberikan kebaikan pada seorang hamba yaitu
dengan memberikan pemahaman dalam masalah agama. Hal itu karena dengan paham
tentang masalah agama, maka dirinya akan menyembah Allah subhanahu wa ta’ala dengan
ilmu dan juga akan menyeru orang lain dengan ilmu juga.
Dalam
hadits lain Rasulullah bersabda : ”Yang terbaik di antara kalian adalah orang
yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya” (HR. Al-Bukhari no. 5027). Imam Ali berkata “nilai seseorang sesuai dengan apa yang
dikuasainya”. Imam Syafii mengatakan “Apabila engkau menghendaki dunia hendaklah dengan ilmu,
apabila engkau menghendaki akhirat hendaklah dengan ilmu dan apabila engkau
menghendaki keduanya hendaklah dengan ilmu”
5. Ilmu yang Bermanfaat Memiliki Pahala yang
Sangat Besar
Rasulullah
sallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Apabila seorang manusia meninggal maka
terputuslah pahala segala amalannya kecuali dari tiga perkara ; yaitu sadaqah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya (HR. Muslim no. 1631). Dalam hadits
lain Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang menyeru
kepada petunjuk, maka ia akan mendapatkan pahala sebanyak pahala orang yang
mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka. Barangsiapa yang
menyeru kepada kesesatan, maka ia akan menanggung dosa sebanyak dosa orang yang
mengikutinya itu tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa mereka” (HR. Muslim no. 2674)
6. Ilmu akan Mengangkat Derajat Manusia
Allah
Subhanahu Wa ta’ala berfirman : “Allah mengangkat (derajat) orang-orang
yang beriman di antara kamu, sedangkan orang-orang yang diberi ilmu (Allah
angkat) beberepa derajat ”(Al Mujaadilah 11). Dalam ayat lain
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : “Katakanlah!apakah sama orang yang mengetahui
dengan orang yang tidak mengetahui” (Az Zumar: 9).
7. Ilmu akan Memudahkan Seseorang Masuk Surga
Rasulullah
sallallahu’alaihi wa sallam bersabda
:”Barangsiapa menempuh jalan untuk
mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR
Muslim). Imam Al Bukhari
dalam Kitab Shahihnya no. 6412 meriwayatkan bahwa Rasulallah sallallahu’alaihi
wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang menempuh jalan untuk
mencari ilmu, maka Allah memasukkan orang tersebut pada salah satu jalan menuju
surga. Sesungguhnya malaikat mengatupkan sayapanya karena ridha kepada seluruh
penuntut ilmu. Penghuni langit dan bumi, sampai ikan sekalipun yang ada di
dalam air memohonkan ampun untuk seorang alim. Keutamaan seorang alim
dibandingkan seorang ahli ibadah seperti keutamaan cahaya bulan purnama
dibandingkan cahaya bintang-bintang. Para ulama adalah pewaris para nabi, namun
mereka tidak mewariskan dinar maupun dirham. Mereka hanyalah mewariskan ilmu.
Barangsiapa yang mengambil ilmu tersebut sungguh ia telah mendapatkan bagian
yang banyak dari warisan tersebut”
8. Ilmu akan Menghidupkan Hati
Ibnu
Qoyim mengatakan bahwa sesungguhnya hati itu terancam mendapatkan dua penyakit
yaitu syubhat dan syahwat, jika hati itu menjangkitinya maka hati mati
karenanya. Semua penyakit ini penyebabnya adalah kebodohan dan obatnya adalah
ilmu. Di dalam Al Muwaththo karya Imam Malik disebutkan bahwa Lukman berkata
kepada anaknya:”Wahai anakku duduklah kamu bersama para ulama dan dekatilah mereka
dengan kedua lututmu (bergaul dengan mereka). Maka sesungguhnya Allah Subhanahu
wa ta ‘ala menghidupkan
hati-hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana menghidupkan (menyuburkan)
bumi dengan hujan yang deras (Kitab Al llmu Fadluhu wa Syarfuhu hal 228)
Oleh
karena itu, kebutuhan hati manusia terhadap cahaya ilmu merupakan kebutuhan
yang mendesak. Sebagaimana kebutuhan bumi terhadap turunnya hujan tatkala
terjadi kekeringan dan paceklik. Maka ilmu merupakan mutiara yang sangat
berharga bagi setiap muslim. Karena dengan ilmu jiwa jiwa manusia akan hidup
dan sebaliknya jiwa-jiwa mereka akan mati apabila tidak dibekali dengan ilmu.
Sebagian
orang-orang yang arif berkata “Bukankah orang yang sakit akan mati
tatkala tercegah dari makanan , minuman dan obat¬-obatan? maka dijawab “Tentu
saja, ” Mereka mengatakan “Demikian pula halnya dengan hati jika terhalang dari
ilmu dan hikmah maka akan mati.”
Maka tepat jika dikatakan bahwa ilmu merupakan makanan dan minuman hati, serta penyembuh jiwa karena kehidupan hati bersandar kepada ilmu. Maka apabila ilmu telah sirna dari hati seseorang berarti hakekatnya dia telah mati. Akan tetapi, dia tidak merasakan kematian tersebut. Orang yang hatinya telah mati ibarat seorang pemabuk yang hilang akalnya (disebabkan maksiat yang dia lakukan ) (Kitab Al Ilmu Fadluhu wa Syarfuhu hal 144¬-145).
Maka tepat jika dikatakan bahwa ilmu merupakan makanan dan minuman hati, serta penyembuh jiwa karena kehidupan hati bersandar kepada ilmu. Maka apabila ilmu telah sirna dari hati seseorang berarti hakekatnya dia telah mati. Akan tetapi, dia tidak merasakan kematian tersebut. Orang yang hatinya telah mati ibarat seorang pemabuk yang hilang akalnya (disebabkan maksiat yang dia lakukan ) (Kitab Al Ilmu Fadluhu wa Syarfuhu hal 144¬-145).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar